Total Tayangan Halaman

Kamis, 21 April 2011

KARTINI DAN SEKELUMIT CERITA TENTANG PEREMPUAN

Dia berjalan menyusuri anak tangga, sambil mengendong anaknya yang masih berumur tiga bulan empat belas hari, di tangan kanannya dia menjinjing keranjang hitam hasil belanja di pasar, dengan langkah tergesa dia pulang kerumahnya…takutnya ketika suaminya pulang makanan belum terhidang, bukannya takut dimarahi oleh suaminya tapi dia merasa malu pada suaminya yang sedang mencari nafkah..

Sumiem nama peremprempuan tersebut , perempuan jawa bekas TKI di Arab Saudi, semenjak menikah dia punya dua tanggung jawab yaitu mendidik anak dan sebagai “pelayan” dalam rumah tangganya..dia tak mengerti tentang jender ataupun sekelumit persoalan tentang masalah perempuan, bahkan siapa itu tokoh pergerakan perempuan pun ia tak tahu..yang dia tahu hanyalah nyanyian ibu kita kartini yang sering di dengungkan dulu waktu masih sekolah dan mengenai ibu kita kartini pun yang dia tahu hanya sebatas gambar perempuan cantik berkonde dan berkebaya,

………

Ibu kita Kartini
Pendekar bangsa
Pendekar kaumnya
Untuk merdeka

…….

R.A kartini adalah salah satu tokoh pahlawan perempuan yang memperjuangkan emansipasi, kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Laris-manisnya R.A kartini tak lepas buku karya Armijin Pane “Habis Gelap Terbitlah Terang” yang merupakan terjemahan dari surat-surat R.A. Kartini yang telah dibukukan oleh Mr. Abendanon dalam Van Duisternis to Licht, ….bahkan H. Rhoma Irama pun berbicara masalah perempuan dalam lagunya “Emansipasi Wanita”..

…..

Majulah wanita, giatlah bekerja
Namun jangan lupa tugasmu utamamu
Apa pun dirimu
Namun kau adalah ibu rumah tangga

……..

Banyak tokoh berbicara tentang perempuan, dan semakin bayak pula masalah perempuan yang muncul ke permukaan..

Wacana yang mengemuka selama ini perempuan selalu ditempatkan pada posisi subordinat dan menurut catatan Bank Dunia,” diskriminasi gender yang menghalangi kesetaraan dalam akses dan kontrol terhadap sumber daya, ekonomi, kekuasaan dan partisipasi politik antara laki-laki dan perempuan”. Dalam konteks ini, kaum perempuan yang paling berpotensi mendapatkan perlakuan yang diskriminatif,

Namun pertanyaan yang muncul kemudian, apakah hipotesis Bank dunia ini benar adanya ataukah sebuah generalisasi terhadap kondisi perempuan di Negara dunia ketiga..?? apakah ini berlaku di Indonesia ataukah cukup dengan surat-surat R.A kartini kemudian mejadi sebuah generalisasi tertindasnya perempuan di nusantara pada saat itu..

Tak bisa di pungkiri bahwa sebagian wilayah di nusantara telah lebih dulu menerapkan kesetaraan gender dari mereka yang membicarakan kesetaraan tersebut..

Raden dewi sartika yang merupakan tokoh pendidikan..

Tengoklah cerita tentang Cut Nyak Dien yang meneruskan perjuangan suaminya Teuku Umar melawan kompeni yang hendak menguasai aceh ,

Tengoklah tentang sejarah kerajaan Gowa yang To Manurungnya adalah seorang perempuan “manurung e ri tamalate” yang menikah dengan Karaeng Bayo, dikisahkan bahwa pada saat itu Negara dalam kondisi chaos maka muncullah sosok perempuan menjadi pemeresatu dan sembilan pemimpin komunitas yang bergelar bate salapang mendaulatnya menjadi raja pertama / somba gowa pertama dengan prosesi yang sangat demokratis dan disertai dengan kontrak politik antara To Manurung dengan rakyatnya. Begitupun tokoh perempuan di semenanjung Sulawesi seperti raja bone I Berrigau Dammaroa, to manurung ri gorie (soppeng),

Tengoklah cerita tentang Martha Christina Tiahahu pejuang asal Maluku yang berjuang bersama Thomas Matualessy melawan dominasi kompeni belanda yang hendak mengusai pusat rempah-rempah di Maluku.

Dan masih banyak lagi permpuan tangguh yang ada d inusantara ini yang kesannya jauh dari ketertindasan dan justru kebalikanya ketika kita berbicara tentang budaya minang.

Melihat cerita tentang beberepa tokoh perempuan tangguh di atas (bukan bermaksud mengeneralkan kondisi perempuan di nusantara), ini menjadi tambahan referensi tentang sejarah perempuan dan masalahnya di nusantara…

Berbicara tentang keterbatasan perempuan yang selalu dianggap menjadi subordinat , kebijakan tentang masalah prempunan oleh pemerintah, misalnya soal keterwakilan 30 % suara perempuan di DPR, yang diawal berniat untuk mengangkat kesetaraan perempuan malah justru membatasi perempuan..

Sumiem sadar betul kondisinya sebagai perempuan dan tanggung jawabnya terhadap keluarganya.Ia tak peduli akan mereka yang berbicara tentang masalah perempuan , gender atau sejenisnya, Sumiem pun tidak merasa tertindas, …ataukah mungkin orng-orang itu saja yang mengatakan dirinya tertindas dan memperjuangkan haknya…….kalau begitu…silahkan mi berjuang

(catatan dari depan tangga)