gerakan mahasiswa sering di idientikkan dengan sebuah gerakan moral, gerakan untuk sebuah perubahan yang lebih baik yang lahir dari sebuah kondisi yang bobrok, carut-marut, compang-camping dan sebagainya yang dimana adanya sebuah kondisi di mana terjadi ketimpangan social, ekonomi atau politik yang di akibatkan oleh sebuah resim otoriter, kebijakan structural yang menindas, ataukah sebuah kondisi yang tidak sesuai dengan idialisme yang lahir dari realitas ataukah lahir dari tumpukan buku, diskusi dan sedikit wejangan dari senior tentang arti pentingnya sebuah perubahan ketika terdapat kondisi yang menindas ataukah membatasi kebebasan kita.
Ilusi tentang perubahan tak akan terjadi ketika tidak di sikapi dengan gerakan, maka mahasiswa (yang katanya agen of change) selalu tampil di depan, menyuarakan aspirasi masyarakat, fungsi mahasiswa sebagai midle of class (kelas pertengahan antara penguasa dan rakyat),
Nilai kearifan local masyarakat bugis – Makassar sebagai salah satu sprit perjuangan
Kearifan local masyarakat terkadang menjadi sesuatu hal yang usang ketika berhadapan dengan budaya popular yang di bawa oleh agen kapitalis – neoliberalisme melalui media, dan sangat berkepentingan untuk mendistorsi makna kearifan local sebagai sebuah spirit dan nilai menjadi sebuah simbolitas belaka, bagi generasi yang buta makna dan sedikit ego symbol.
Sebuah kepentingan Negara-negara kapitalis untuk menguasai kekayaan alam yang ada di negeri ini dengan cara menjajah secara halus lewat proses hegemoni media dan menggeser pola lama yaitu pola dominasi seperti yang terjadi di masa penjajahan dulu, namun terkadang masyarakat terlelap dan tak sadar bahwa kekayaan alamnya di rampok, ketidak sadaran masyarakat ini lebih di akibatkan oleh adanya hegemoni lewat media, kurikulum pendidikan, dan sebagainya, dan di hadirkanlah budaya popular sebagai pengejewantahan budaya kapitalis agar masyarakat di didik menjadi konsumeris sejati dan juga menggeser makna budaya bugis-makassar yang penuh perlawanan, anti penindasan, dan kemerdekaan menjadi sebuah masyarakat yang sedikit pesimis dan cari aman, makanya budaya cendrung di jadikan aktifitas simbolik belaka dan sebuah keharusan saat ini untuk mempelajari nilai dari budaya tersebut sebagai jatidiri yang sanagat kontekstual di sebuah peradaban dengan masalah yang sangat kompleks.
Siri sebagai nilai perjuangan
Siri berarti harga diri masyarakat yang tertuang dalam prinsip dalam diri masyarakat bugis- Makassar, sebagaimana paseng yang berbunyi “ siri e mitu riatuongeng rilino”, ko degage siri mu inreng-inreng ko Isiri” maksudnya: hanya siri kita hidup di dunia, kalau kau tidak punya siri, pinjamlah nilai siri itu, orang yang tak punya haga diri tak usahlah hidup di dunia, kalau memang tak punya harga diri, pinjamlah harga diri itu. Siri ketika bersentuhan dengan mahasiswa maka keharusan mahasiswa memperjuangkannya lewat perbuatan karena pengetahuannya. Siri ketika sumberdaya alam kita di rampok oleh bangsa asing makanya raja-raja dulu mati-matian mempertahankan sejengkal-demi sejengkal tanahnya dari penjajah, siri ketika raja kita berbuat lalim makanya tak sedikit raja yang di usir bahkan di bunuh oleh rakyatnya sendiri karena bertindak sewenang-wenang terhadap rakyatnya.
Kemerdekaan dalam perjuangan mahasiswa
Kemerdekaan dan nilai demokrasi di kenal nama ade’ amaradekangeng merupakan sebuah prinsip kebebasan masyarakat yang tidak mau di tindas baik bagi rajanya maupun dari bangsa lain, kedaulatan di tangan rakyat sebagaimana paseng yang berbunyi “ russa taro arung terrussa’ taro ade’, russa’ taro ade’ terrussa’ taro anang, russa taro anang terrussa’ taro tau ega” : batal ketetapan raja tapi tak batal ketetapan adat, batal ketetapan adat tapi tak batal ketetapan tokoh masyarakat, batal ketetapan tokoh masyarakat tapi tak batal ketetapan masyarakat banyak, dan masyarakat dalah pemilik kekuasaan/ kedaulatan dan banyak raja ketika berindak sewenang-wenang diusir dari negrinya bahkan di bunuh oleh rakyatnya sendiri misalnya: arungmpone la inca matinroe ri addennenna yang bertindak sewenang-wenang dan di bunuh sendiri oleh rakyatnya (arung majang ), la pateddungi batara wajo III yang di bunuh oleh rakyatnya seniri karena gemar memperkosa rakyatnya dan sebagainya.
Ketika masyarakat di batasi aksesnya baik secara politik, ekonomi, social, dan budaya/ masyarakat di jajah, maka yang terjadi adalah perlawanan ataukah pergi meninggalkan negrinya (massompe’) dan fenomena inilah yang terjadi di bugis-makassar karena jiwa kita yang merdeka dan tidak mau di tindas,
Organinisasi mahasiswa daerah sebagai wadah perjuangan.
Oraganisasi mahasiswa daerah yang dikenal dengan nama organda adalah wadah mahasiswa dari suatu daerah sebagai pelekat identitas mereka, fenomena sekarang (maaf, mungkin sedikit over generalisasi) banyak organda hanyalah di jadikan alat politik oleh tokoh politik local, lebih mementingkan hura-hura dan huru hara, penokohan sepihak yang dari slah satu sudut pandang saja terhadap pahlawan local di sebuah sisi akan melahirkan fanatisme sempit bagi mahasiswa dari daerah yang berujung munculnya konflik yang dari dulu sudah selesai akhirnya muncul kembali (jagonya ji berkelahi na contoh tapi nilai kearifannya na buang), elitis, rasis, narsis dan sebagainya
Maka disinalah perlu diluruskan kembali eksistensi organda, dan arti pentingnya pengenalan wacana budaya setempat dan mengangkat kembali wacana yang terpendam sebagai spirit perjuangan ,, organda merupakan sebuah wadah perjuangan,,
(catatan dalam renungan)
Wassalam..